UKT
adalah keseluruhan biaya operasional per mahasiswa “per semester” pada
program studi di perguruan tinggi negeri. UKT atau Uang Kuliah ini dibayarkan
dengan sistem pembayaran tarif tunggal. Dimana pembayaran uang kuliah
dibayarkan secara sama untuk tiap semesternya,
yaitu jumlah dari semua biaya perkuliahan selama 8 semester ( Sumbangan
pengembangan Institusi, uang Gedung , masa orientasi, SPP, Praktikum, Wisuda,
dll) dari total jumlah tersebut kemudian dibagi 8 semeter, dan itulah biaya UKT
yang akan dibayarkan tiap semesternya. Tapi di Universitas Brawijaya UKT pada
tahun pertama dibayarkan sekaligus, sesuai dengan SK Rektor Nomor 276/SK/2013.
Keputusan ini yang membuat Universitas Brawijaya bergejolak. Pada dasarnya yang
melatarbelakangi adanya UKT ini yaitu berdasarkan surat edaran Dirjen Dikti Nomor 97/E/KU/2013
tanggal 5 Februari 2013, menginstruksikan kepada seluruh Perguruan Tinggi di
Indonesia untuk melakukan 2 hal yaitu : Menghapus uang pangkal bagi mahasiswa
baru program S1 Reguler mulai tahun akademik 2013/2014 serta Menetapkan dan
melaksanakan tarif Uang Kuliah Tunggal bagi mahasiswa baru S1 Reguler mulai
tahun akademik 2013/2014.
Namun
pada kenyataannya menurut sebagian besar mahasiswa UB, UKT yang ditetapkan di
Universitas Brawijaya melebihi rata-rata UKT di beberapa Universitas lainnya di
Indonesia. Mahalnya biaya kuliah ini khususnya fakultas kedokteran yang
kenaikan biaya kuliahnya nyaris mencapai dua kali lipat. Sebagai contoh
akumulasi biaya pendidikan prodi Pendidikan Dokter pada tahun 2012 sampai
semester 7 mencapai 77.735.000,00 sedangkan akumulasi UKT prodi Pendidikan
Dokter pada tahun 2013 sampai semester 7 mencapai 150.150.000,00. Sebenarnya
dengan adanya UKT ini dapat meringankan beban mahasiswa karena tidak ada uang
pangkal sehingga semua golongan masyarakat dapat mempunyai kesempatan yang sama
untuk mengecap dunia perkuliahan. Namun dengan adanya SK Rektor ini maka kita
juga dapat mengkritisi hal-hal negatif. Mungkin
memang semua golongan masyarakat
bisa kuliah pada awalnya, namun kita juga harus memikirkan jangka panjangnya.
Dengan tidak adanya uang pangkal maka jumlah biaya yang harus dibayarkan setiap
semester menjadi lebih besar. Belum lagi dengan adanya penundaan pembayaran
UKT.
Tujuan
UKT sendiri untuk meringankan beban orang tua calon mahasiswa baru, agar tidak
membayar dalam jumlah besar ketika awal masuk universitas. Kemudian agar perguruan tinggi negeri di Indonesia tidak
melakukan penerapan sumbangan macam-macam kepada mahasiswa, karena banyak
perguruan tinggi yang menyatakan SPP nya murah tetapi sumbangannya
bermacam-macam sehingga biaya yang dibayarkan tinggi. Akhirnya dengan adanya
UKT ini maka diharapkan uang kuliah yang dibayar oleh mahasiswa bisa menjadi
lebih murah dan diharapkan tingkat pendidikan di indonesia menjadi lebih baik
yaitu dengan bertambahnya jumlah anak indonesia yang melanjutkan sampai ke
tingkat perguruan tinggi negeri. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2013 tentang Biaya Kuliah Tunggal pada
Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
UKT ini bertujuan untuk meringankan beban mahasiswa terhadap pembiayaan
pendidikan. Namun faktanya UKT di Universitas Brawijaya malah memberikan
feedback yang berlawanan dari mahasiswa. Hal ini terjadi karena UKT yang
seharusnya dibayarkan sesuai kemampuan ekonomi malah tidak terlaksana.
Mahasiswa beranggapan bahwa penentuan UKT ini hanya asal-asalan semata,
sehingga terjadi demo di beberapa fakultas sampai maju ke rektorat karena
aspirasi mereka yang tidak didengarkan ataupun tindakan dari rektorat yang
kurang memuaskan. Namun, sebagai mahasiswa kita juga harus mengkritisi aksi
demo ini. Apakah demo ini memang bertujuan membantu mahasiswa lain yang
terjerat masalah UKT atau hanya untuk eksis saja di depan publik ?!
Sebenarnya
bagaimana cara penentuan golongan UKT ? Apakah dengan cara “UNDIAN” sehingga
bisa menentukan golongan rendah hingga termahal ?! Faktanya banyak statement
yang menyatakan bahwa UKT mereka tidak sesuai dengan kemampuan ekonominya. Lalu
apa yang bisa dilakukan setelah UKT telah disahkan ? Apakah dengan kita demo
dan terus melakukan demo UKT bisa dihapuskan ? Sebagai mahasiswa yang kritis
sebaiknya kita dapat mengkaji terlebih dahulu permasalahan yang ada sehingga
tidak hanya “koar koar” dan tidak memberikan hasil apapun. Berikan perubahan,
sebelum kolega hanya akan menjadi korban perubahan !!