Paradigma Seorang Katrater
"Saya ingin melihat mahasiswa-mahasiswa, jika
sekiranya ia mengambil keputusan yang mempunyai arti politis, walau bagaimana
kecilnya, selalu didasarkan atas prinsip-prinsip yang dewasa. Mereka yang
berani menyatakan benar sebagai kebenaran, dan salah sebagai kesalahan. Dan
tidak menerapkan kebenaran atas dasar agama, ormas, atau golongan apapun"
(So Hok Gie)
Bila mendengar kata
kastrat, yang terbesit di benak kita tentu adalah mahasiswa yang memiliki
idealis super dan jiwa politis yang tinggi. Mahasiswa utamanya
yang menjadi anggota kastrat selalu mendapatkan ekspektasi yang tinggi dari
publik untuk selalu berpikir kritis dan suka ngompor-ngompori untuk menuntut adanya
perubahan. Namun ternyata kontribusi yang diberikan oleh kastrat tidak
sebesar ekspektasi yang diharapkan.
Bila fakta yang terjadi
seperti ini, sekarang yang menjadi pertanyaan adalah mengapa kastrat harus ada??? Banyak
statement-statement yang menyatakan bahwa “kastrat itu useless”. Tapi menurut
kami, pendapat tersebut “absolutely wrong!!”. Tidakkah anda tahu ??
kalo tugas dari kastrat BEM adalah mencari permasalahan dan isu
isu yang terjadi di kolegium, kemudian mengkaji dan memberikan rekomendasi atas
permasalahan dan isu-isu tersebut. Kalo nggak ada kastrat, siapa yang mau
peduli dengan masalah dan isu-isu tersebut????? Kastrat sekaligus juga menjawab
kebutuhan seorang mahasiswa sejati, mahasiswa yang perlu
bersikap, dan kastrat memegang peranan penting untuk mempengaruhi atau
tidak mempengaruhi.
Mahasiswa utamanya mahasiswa
FK adalah “event
organizer” pintar dan cerdas yang mampu mengadakan
acara besar dengan biaya dan fasilitas mewah, namun berapa banyak panitia yang
tahu latar belakang, arak gerak, dan tujuan dari acara tersebut ??? Mungkin
hanya 2-3 orang, atau bahkan tidak ada sama sekali yang tahu. Mengapa hal ini
bisa terjadi??? Mahasiswa FK bukanlah seorang mahasiswa pergerakan yang hampir
pasti tidak tahu esensi dari hal-hal yang mereka lakukan. Tidak ada lagi
mahasiswa FK macam dr Soetomo, dr Rajiman, dan dr Soecipto yang tahu tujuan serta esensi
dari pergerakan yang mereka lakukan, yakni untuk kemerdekaan
Indonesia.
Dalam buku “Catatan Seorang Demonstran” diceritakan seorang
pemuda bernama So Hok Gie yang merekrut golongan-golongan intelektual untuk
memecahkan persoalan yang mendera negeri pada era tersebut, namun apa yang terjadi ?? Mereka
tidak dapat melakukannya dengan baik, karena mereka tidak tahu inti dan latar belakang
dari masalah tersebut. Hal ini hampir-hampir sama seperti yang dialami
mahasiswa FKUB saat
ini. Di sini peran Kastrat adalah harus mampu menyebarkan virus perubahan di bumi
tandus FKUB. Karena itu diperlukan kastrat-kastrat yang
dapat melakukan tugas tersebut. Bagaimana bisa seorang kastrat sedemikian rupa mampu
menjawab ekspektasi yang begitu tinggi dari public dan mampu membawa perubahan
di bumi tandus FKUB????
Inilah jawabannya
Seorang kastrat harus..
Seorang kastrat bukanlah
seorang dewa, juga bukan seorang magician yang bisa melakukan perubahan dalam
sekejap mata. Seorang kastrat harus mau belajar dan dibina, kemudian apa yang
telah dipelajarinya direfleksikan ke dalam kehidupan nyata, barulah lama
kelamaan akan terbentuk jiwa kastrat yang sejati.
0 komentar:
Posting Komentar