Diberdayakan oleh Blogger.

Para Kastrater BEM FKUB 2013

Para Kastrater BEM FKUB 2013

Menghitung Hari Menanti SJSN


Sistem Jaminan Sosial Nasional atau yang biasa disingkat dengan SJSN adalah sistem baru pemerintah yang ditujukan untuk menjamin kesejahteraan sosial bagi masyarakat Indonesia baik dalam bidang kesehatan, jaminan hari tua, pensiun, kecelakaan kerja, dan jaminan kematian. Sistem ini berlandaskan Undang-Undang No.40 tahun 2004. UU ini akan merubah beberapa jaminan sosial milik negara yang ada sekarang. Sebagai contoh PT ASKES akan berubah menjadi BPJS Kesehatan, lalu PT JAMSOSTEK akan berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan, PT ASABRI dan PT TASPEN juga akan bergabung dalam BPJS Ketenagakerjaan. SJSN direncanakan akan dilaksanakan pada tahun 2014. Pemerintah memprediksi jika SJSN ini berhasil, rakyat dan tenaga medis akan sama-sama sejahtera. Namun, sebagai mahasiswa kesehatan yang kritis, setidaknya kita juga harus ikut memikirkan SJSN tersebut. Karena nantinya, kita juga akan ikut merasakan SJSN.


            Jika dilihat dari tujuan pemerintah, SJSN sangat baik karena pemerintah bertujuan untuk menjamin kesehatan rakyatnya. Namun, jika SJSN ini berlaku, rakyat harus membayar sejumlah uang jaminan perbulan. Dan itu bukan perkeluarga tapi perorang. Mungkin nominal  tidak masalah untuk orang yang memiliki pendapatan diatas rata-rata. Tapi bagi orang yang untuk makan saja susah, dan harus membayar jaminan tersebut pastinya akan sangat keberatan sekali. Sehingga harusnya pemerintah melakukan survey terlebih dahulu untuk mengetahui tingkat ekonomi tiap daerah. Selain itu jumlah “jaminan” yang dibayarkan di tiap daerah harusnya berbeda menyesuaikan dengan hasil survey tersebut.

Salah satu yang selalu menjadi sorotan dalam masalah SJSN ini adalah dunia profesi kedokteran. Pada sistem baru ini, dokter akan dituntut untuk menangani beberapa pasien yang memang telah didata untuk menjadi pasien tetap bagi dokter tersebut. Kesehatan pasien-pasien ini akan ditanggung sepenuhnya oleh satu dokter beserta tanggungan biaya operasional dan lain-lain dalam bidang kesehatan. Karena nantinya tunjangan dari pemerintah itu jugalah yang menjadi pendapatan dokter, maka diharapkan dengan pemikiran ini dokter tidak hanya merasa senang dengan banyaknya pasien yang datang, namun dengan ikhlas dapat membantu pasien dalam mengupayakan pencegahan adanya penyakit selain merawat dan memberikan pengobatatan. Sebenarnya program ini bersifat lebih preventif dengan adanya pemeratan pasien pada setiap dokter. Namun masalah selanjutnya yang bisa timbul, misal saja kalau dokter diberi tanggung jawab 2500 orang dan rumah dokter dan pasien tersebut berjauhan. Dan pasien dalam keadaan yang darurat, apakah dokternya bisa menyelamatkan pasien? Pastinya sangat sulit. Belum lagi jika dokter tersebut sedang tidak ada di tempat praktek. Pasti sangat berbahaya bagi pasien yang darurat dan pastinya akan timbul masalah-masalah yang lebih banyak lagi. Hal ini menjadi semacam rakyat Indonesia mendapatkan “penjatahan” dokter oleh pemerintah, mungkin tidak akan efektif dan terlalu memaksa.

Disisi lain ada suatu pernyataan yang menggelitik hati, yakni terkait hal pemerintah mengucurkan dana terbatas untuk mengobati pasien yang terkena penyakit. Padahal seluruh rakyat diminta membayar premi demi berlangsungnya program ini. Ironisnya jika dana yang diberikan tidak mencukupi maka pemerintah tidak akan menanggung kekurangan dana tersebut dan membebankan kepada pihak rumah sakit. Pertanyaannya adalah bagaimana nasib orang yang menderita penyakit serius yang membutuhkan pengobatan rutin dan lama? Jika dana dari pemerintah tidak mencukupi dan dari pihak rumah sakit tidak lagi mampu untuk membantu proses penyembuhan pasien kekurangan dana dan tidak ingin mengalami kerugian hanya untuk menyelamatkan hidup seorang pasien sehingga menyebabkan pasien tersebut harus mengakhiri hidupnya secara perlahan, apakah hal tersebut tidak termasuk dalam suatu mal praktik?

Masalah selanjutnya, menurut UU No.40 tahun 2004 mengenai SJSN rumah sakit atau dokter boleh memilih mengikuti SJSN atau tidak. Hal tersebut pasti akan menciptakan kesenjangan antara satu dengan yang lain. Masyarakat akan bingung dimana tempat rumah sakit atau dokter yang mengikuti SJSN. Sehingga untuk menikmati program pemerintah tersebut, akan berpikir-pikir lagi untuk mendapatkannya. Jadi bisa kita perkirakan akan ada banyak tenaga kesehatan yang tidak ikut sistem ini karena akan menjadi beban berat bagi tenaga kesehatan. Dikatakan sebagai beban berat karena tenaga kesehatan harus melakukan penanganan pasien menggunakan premi yang telah ditentukan oleh BPJS. Jika premi yang diberikan BPJS hanya cukup untuk biaya pengobatannya, maka tenaga kesehatan tersebut tidak mendapatkan bayaran atas tindakan medisnya. 

Di dalam Undang-undang tersebut juga kebanyakan yang dibahas adalah profesi dokter. Sedangkan profesi-profesi lain di bidang kesehatan sangat jarang, bahkan tidak ada sama sekali. Apa mungkin bidan atau perawat akan menjadi pembantu dokter? Lalu dari mana pendapatan perawat dan bidan? Sedangkan dana SJSN yang di berikan oleh BPJS hanya kepada dokter. Apakah sistemnya dokter akan berbagi “upah” dengan perawat dan bidan? Lalu profesi ahli gizi dan apoteker nasibnya seperti apa dengan adanya SJSN? Apakah profesi tersebut akan mendapatkan gaji hanya dari keuntungan penjualan obat atau makanan? Hal tersebut masih belum jelas di program SJSN. Sehingga profesi-profesi yang lain selain dokter masih menggantung dan tidak ada kejelasan.

        Sistem SJSN ini juga menuai banyak kontroversi karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang sistem ini, bahkan masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui tentang sistem baru yang akan segera dilaksanakan ini. Konsep ini sangat baru di telinga masyarakat, maka dari itu banyak menuai pro dan kontra. Sistem ini dianggap baik karena konsepnya yang lebih menekankan dokter untuk membantu pasien dalam upaya pencegahan, bukan pengobatan. Sedangkan dianggap negatif karena nantinya pasien akan dituntut untuk berobat pada satu dokter, bukan berdasarkan pilihan namun berdasarkan tuntutan dalam pembagian pasien. Pembagian pasien ini juga belum terlalu jelas karena tidak terdapat spesifikasi dalam pendasaran pembagian. Jika pasien yang tidak berobat pada dokter yang telah menjadi penanggungnya, pasien tersebut akan dikenakan biaya seperti pengobatan pada umumnya. Tetapi karena kurangnya pemahaman masyarakat akan hal ini, mereka hanya bisa diam dan mengikuti setiap hal yang telah ditetapkan.

Dari segi tenaga medis sendiri, hal yang dapat disimpulkan yaitu tidak meratanya penyebaran tenaga kesehatan di segala penjuru daerah di Indonesia disebabkan karena banyaknya tenaga kerja yang memilih milih tempat. Kebanyakan dari mereka yang tidak mau ditempatkan di tempat-tempat terpencil memilih praktek di perkotaan yang ramai dan infrastruktur terjamin. Namun ada hal positif yang bisa diambil yakni pemerataaan tenaga media di Indonesia. Jika dilihat sekarang, masih banyak daerah di Indonesia yang masih kekurangan pelayanan medis. Diharapkan dengan adanya sistem ini persebaran tenaga medis dapat merata dan selalu sedia membantu pelayanan medis didaerah tersebut. Namun dengan diterapkannya sistem ini, banyak dari tenaga medis yang dirasa akan dirugikan. Itu pentingnya kita sebagai calon tenaga medis, hendaknya mempunyai pemahaman yang jauh lebih luas mengenai permasalahan ini.

   Sebagai mahasiswa tenaga kesehatan yang nantinya akan terjun langsung ikut merasakan program SJSN, sebaiknya kita pikir-pikir lagi untuk mengikuti program tersebut. Apakah nantinya akan menguntungkan bagi kita atau tidak. Bukan ingin berprinsip untuk “money oriented” tapi kita juga harus memikirkan jaminan untuk diri kita. Intinya program ini masih menimbulkan pro dan kontra. Beberapa orang ada yang setuju dan ada yang tidak setuju. Memang semua keputusan itu memiliki kekurangan dan kelebihan , akan tetapi apabila sudah mencapai suatu mufakat maka hendaknya kita tetap menjalankan keputusan tersebut dengan lapang dada dan dilakukan secara optimal.

            Sebagai calon tenanga kesehatan, kita harus dapat menyikapi dampak yang diberikan oleh SJSN. Selain itu,  kita juga harus dapat mendistribusikan pemahaman masyarakat terhadap adanya SJSN ini. Kita juga tidak dapat menentukan sendiri bahwa kita tidak akan mengikuti program ini kelak apabila kita sudah menjadi seorang tenaga kesehatan. Karena SJSN memiliki peraturan dan landasan perundang undangan yang akurat dan dipakai menjadi dasar dalam pelaksanaan SJSN ini. Hal yang dapat dilakukan sekarang dengan adanya SJSN untuk kita yaitu kita dapat mempersiapkan kerja kita di dalam program ini nantinya. Walaupun dalam lapangan kita belum sepenuhnya mengerti dan memahami program SJSN. Harapan untuk adanya SJSN ke depannya adalah bisa mengoptimalkan pelayanan kesehatan sehingga dapat mewujudkan Indonesia sehat.


0 komentar:

Posting Komentar