Menghitung Hari Menanti SJSN
Sistem Jaminan Sosial Nasional atau yang biasa
disingkat dengan SJSN adalah sistem baru pemerintah yang ditujukan untuk
menjamin kesejahteraan sosial bagi masyarakat Indonesia baik dalam bidang
kesehatan, jaminan hari tua, pensiun, kecelakaan kerja, dan jaminan kematian.
Sistem ini berlandaskan Undang-Undang No.40 tahun 2004. UU ini akan merubah
beberapa jaminan sosial milik negara yang ada sekarang. Sebagai contoh PT ASKES
akan berubah menjadi BPJS Kesehatan, lalu PT JAMSOSTEK akan berubah menjadi
BPJS Ketenagakerjaan, PT ASABRI dan PT TASPEN juga akan bergabung dalam BPJS
Ketenagakerjaan. SJSN direncanakan akan dilaksanakan pada tahun 2014.
Pemerintah memprediksi jika SJSN ini berhasil, rakyat dan tenaga medis akan
sama-sama sejahtera. Namun, sebagai mahasiswa kesehatan yang kritis,
setidaknya kita juga harus ikut memikirkan SJSN tersebut. Karena nantinya, kita
juga akan ikut merasakan SJSN.
Jika dilihat dari tujuan pemerintah, SJSN sangat baik karena pemerintah
bertujuan untuk menjamin kesehatan rakyatnya. Namun, jika SJSN ini berlaku,
rakyat harus membayar sejumlah uang jaminan perbulan. Dan itu bukan
perkeluarga tapi perorang. Mungkin nominal tidak masalah untuk
orang yang memiliki pendapatan diatas rata-rata. Tapi bagi orang yang untuk makan
saja susah, dan harus membayar jaminan tersebut pastinya akan sangat keberatan
sekali. Sehingga harusnya pemerintah melakukan survey terlebih dahulu untuk
mengetahui tingkat ekonomi tiap daerah. Selain itu jumlah “jaminan” yang
dibayarkan di tiap daerah harusnya berbeda menyesuaikan dengan hasil survey
tersebut.
Salah satu yang selalu
menjadi sorotan dalam masalah SJSN ini adalah dunia profesi kedokteran. Pada
sistem baru ini, dokter akan dituntut untuk menangani beberapa pasien yang
memang telah didata untuk menjadi pasien tetap bagi dokter tersebut. Kesehatan
pasien-pasien ini akan ditanggung sepenuhnya oleh satu dokter beserta
tanggungan biaya operasional dan lain-lain dalam bidang kesehatan. Karena
nantinya tunjangan dari pemerintah itu jugalah yang menjadi pendapatan dokter,
maka diharapkan dengan pemikiran ini dokter tidak hanya merasa senang dengan
banyaknya pasien yang datang, namun dengan ikhlas dapat membantu pasien dalam
mengupayakan pencegahan adanya penyakit selain merawat dan memberikan pengobatatan.
Sebenarnya program ini bersifat lebih preventif dengan adanya pemeratan pasien
pada setiap dokter. Namun masalah selanjutnya yang bisa timbul, misal saja
kalau dokter diberi tanggung jawab 2500 orang dan rumah dokter dan pasien
tersebut berjauhan. Dan pasien dalam keadaan yang darurat, apakah dokternya
bisa menyelamatkan pasien? Pastinya sangat sulit. Belum lagi jika dokter
tersebut sedang tidak ada di tempat praktek. Pasti sangat berbahaya bagi pasien
yang darurat dan pastinya akan timbul masalah-masalah yang lebih banyak lagi. Hal
ini menjadi semacam rakyat Indonesia mendapatkan “penjatahan” dokter
oleh pemerintah, mungkin tidak akan efektif dan terlalu memaksa.
Disisi lain ada suatu
pernyataan yang menggelitik hati, yakni terkait hal pemerintah mengucurkan dana
terbatas untuk mengobati pasien yang terkena penyakit. Padahal seluruh rakyat
diminta membayar premi demi berlangsungnya program ini. Ironisnya jika dana
yang diberikan tidak mencukupi maka pemerintah tidak akan menanggung kekurangan
dana tersebut dan membebankan kepada pihak rumah sakit. Pertanyaannya adalah
bagaimana nasib orang yang menderita penyakit serius yang membutuhkan
pengobatan rutin dan lama? Jika dana dari pemerintah tidak mencukupi dan dari
pihak rumah sakit tidak lagi mampu untuk membantu proses penyembuhan pasien
kekurangan dana dan tidak ingin mengalami kerugian hanya untuk menyelamatkan
hidup seorang pasien sehingga menyebabkan pasien tersebut harus mengakhiri
hidupnya secara perlahan, apakah hal tersebut tidak termasuk dalam suatu mal
praktik?
Masalah selanjutnya,
menurut UU No.40 tahun 2004 mengenai SJSN rumah sakit atau dokter boleh memilih
mengikuti SJSN atau tidak. Hal tersebut pasti akan menciptakan kesenjangan
antara satu dengan yang lain. Masyarakat akan bingung dimana tempat rumah sakit
atau dokter yang mengikuti SJSN. Sehingga untuk menikmati program pemerintah
tersebut, akan berpikir-pikir lagi untuk mendapatkannya. Jadi bisa kita
perkirakan akan ada banyak tenaga kesehatan yang tidak ikut sistem ini karena
akan menjadi beban berat bagi tenaga kesehatan. Dikatakan sebagai beban berat
karena tenaga kesehatan harus melakukan penanganan pasien menggunakan premi
yang telah ditentukan oleh BPJS. Jika premi yang diberikan BPJS hanya cukup
untuk biaya pengobatannya, maka tenaga kesehatan tersebut tidak mendapatkan
bayaran atas tindakan medisnya.
Di dalam Undang-undang
tersebut juga kebanyakan yang dibahas adalah profesi dokter. Sedangkan
profesi-profesi lain di bidang kesehatan sangat jarang, bahkan tidak ada sama
sekali. Apa mungkin bidan atau perawat akan menjadi pembantu dokter? Lalu dari
mana pendapatan perawat dan bidan? Sedangkan dana SJSN yang di berikan oleh
BPJS hanya kepada dokter. Apakah sistemnya dokter akan berbagi “upah” dengan
perawat dan bidan? Lalu profesi ahli gizi dan apoteker nasibnya seperti apa
dengan adanya SJSN? Apakah profesi tersebut akan mendapatkan gaji hanya dari
keuntungan penjualan obat atau makanan? Hal tersebut masih belum jelas di
program SJSN. Sehingga profesi-profesi yang lain selain dokter masih
menggantung dan tidak ada kejelasan.
Sistem SJSN
ini juga menuai banyak kontroversi karena kurangnya pengetahuan masyarakat
tentang sistem ini, bahkan masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui
tentang sistem baru yang akan segera dilaksanakan ini. Konsep ini sangat baru
di telinga masyarakat, maka dari itu banyak menuai pro dan kontra. Sistem ini
dianggap baik karena konsepnya yang lebih menekankan dokter untuk membantu
pasien dalam upaya pencegahan, bukan pengobatan. Sedangkan dianggap negatif
karena nantinya pasien akan dituntut untuk berobat pada satu dokter, bukan
berdasarkan pilihan namun berdasarkan tuntutan dalam pembagian pasien.
Pembagian pasien ini juga belum terlalu jelas karena tidak terdapat spesifikasi
dalam pendasaran pembagian. Jika pasien yang tidak berobat pada dokter yang
telah menjadi penanggungnya, pasien tersebut akan dikenakan biaya seperti
pengobatan pada umumnya. Tetapi karena kurangnya pemahaman masyarakat akan hal
ini, mereka hanya bisa diam dan mengikuti setiap hal yang telah ditetapkan.
Dari segi tenaga medis
sendiri, hal yang dapat disimpulkan yaitu tidak meratanya penyebaran tenaga
kesehatan di segala penjuru daerah di Indonesia disebabkan karena banyaknya
tenaga kerja yang memilih milih tempat. Kebanyakan dari mereka yang tidak mau
ditempatkan di tempat-tempat terpencil memilih praktek di perkotaan yang ramai
dan infrastruktur terjamin. Namun ada hal positif yang bisa diambil yakni
pemerataaan tenaga media di Indonesia. Jika dilihat sekarang, masih banyak
daerah di Indonesia yang masih kekurangan pelayanan medis. Diharapkan dengan
adanya sistem ini persebaran tenaga medis dapat merata dan selalu sedia
membantu pelayanan medis didaerah tersebut. Namun dengan diterapkannya sistem
ini, banyak dari tenaga medis yang dirasa akan dirugikan. Itu pentingnya kita
sebagai calon tenaga medis, hendaknya mempunyai pemahaman yang jauh lebih luas
mengenai permasalahan ini.
Sebagai
mahasiswa tenaga kesehatan yang nantinya akan terjun langsung ikut merasakan program
SJSN, sebaiknya kita pikir-pikir lagi untuk mengikuti program tersebut. Apakah
nantinya akan menguntungkan bagi kita atau tidak. Bukan ingin berprinsip untuk
“money oriented” tapi kita juga harus memikirkan jaminan untuk diri kita.
Intinya program ini masih menimbulkan pro dan kontra. Beberapa orang ada
yang setuju dan ada yang tidak setuju. Memang semua keputusan itu memiliki
kekurangan dan kelebihan , akan tetapi apabila sudah mencapai suatu mufakat
maka hendaknya kita tetap menjalankan keputusan tersebut dengan lapang dada dan
dilakukan secara optimal.
Sebagai calon tenanga kesehatan, kita harus dapat menyikapi
dampak yang diberikan oleh SJSN. Selain itu, kita juga harus dapat
mendistribusikan pemahaman masyarakat terhadap adanya SJSN ini. Kita juga tidak
dapat menentukan sendiri bahwa kita tidak akan mengikuti program ini kelak
apabila kita sudah menjadi seorang tenaga kesehatan. Karena SJSN memiliki
peraturan dan landasan perundang undangan yang akurat dan dipakai menjadi dasar
dalam pelaksanaan SJSN ini. Hal yang dapat dilakukan sekarang dengan adanya
SJSN untuk kita yaitu kita dapat mempersiapkan kerja
kita di dalam program ini nantinya. Walaupun dalam lapangan kita belum
sepenuhnya mengerti dan memahami program SJSN. Harapan untuk adanya SJSN ke
depannya adalah bisa mengoptimalkan pelayanan kesehatan sehingga
dapat mewujudkan Indonesia sehat.
0 komentar:
Posting Komentar